07 Desember 2018

Energi Matahari atau Surya


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Energi adalah satu kata yang mempunyai makna sangat luas karena tidak ada aktifitas di alam raya ini yang bergerak tanpa energi dan itulah sebabnya katasalah seorang professor di Jepang bahwa hampir semua perselisihan di dunia inidipicu, atau berpangkal pada perebutan atas penguasaan sumber energi.
Energi merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia. Hal ini mengingat energi merupakan salah satu faktor utama bagi terjadinya pertumbuhan ekonomi  suatu negara. Permasalahan energi menjadi semakin kompleks ketika kebutuhan yang meningkat akan energi dari seluruh negara di dunia untuk menopang pertumbuhan ekonominya justru membuat persediaan cadangan energi konvensional menjadi semakin sedikit. Dimulainya revolusi industri, manusia mulai menggunakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Sumber dayanya yaitu bahan bakar fosil, batubara, gas alam dan minyak bumi. Bahan bakar fosil ini merupakan sumber daya energi konvensional dan tidak terbaharui dan jumlahnya terbatas. Dengan hal ini, maka timbul kecemasan manusia terhadap sumber daya konvensional yang tidak dapat di perbaharui, dan agar mempertahankan eksistensi manusia di bumi ini. Kebutuhan yang meningkat terhadap energi juga pada kenyataanya bertabrakan dengan kebutuhan umat manusia untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas dari polusi. Polusi dari penggunaan bahan bakar fosil ini sangat besar. Dengan demikian dilakukan berbagai macam upaya pemanfaatan energi-energi yang tersedia dalam jumlah yang tidak terbatas sebagai energi alternatif diantaranya adalah energi matahari (Solar Energi) yang bersifat berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Matahari merupakan sumber energi yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan kebutuhan energi masa depan. Total kebutuhan energi yang berjumlah 10 TW tersebut setara dengan 3 x  Joule setiap tahunnya. Sementara total energi matahari yang sampai di permukaan bumi adalah 2,6 x  Joule setiap tahunnya. Jika kita lihat jumlah energi yang dibutuhkan dan dibandingkan dengan energi matahari yang tiba di permukaan bumi, maka sebenarnya dengan menutup 0,05% luas permukaan bumi dengan solar cell yang memiliki efisiensi 20%, seluruh kebutuhan energi yang ada di bumi sudah dapat terpenuhi. Sehingga perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut terutama bagaimana proses pengkonversian energi matahari menjadi energi listrik untuk memperoleh efisiensi yang semakin tinggi.

1.2    Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah:
a.     Apa yang dimaksud dengan energi surya/energi matahari?
b.    Bagaimana pemanfaatan energi surya di Indonesia?
c.    Bagaimana aplikasi/penerapan energi surya di Indonesia?

1.3    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a.    Mengetahui definisi energi surya/energi matahari
b.    Mengetahui pemanfaatan energi surya di Indonesia
c.    Mengetahui aplikasi/penerapan energi surya di Indonesia



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Energi Surya
Energi surya atau energi matahari dalah energi yang berupa sinar dan panas dari matahari. Energi ini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan serangkaian teknologi seperti pemanas suryafotovoltaik surya, listrik panas surya, arsitektur surya, dan fotosintesis buatan. Sumber energi berjumlah besar dan bersifat kontinyu terbesar yang tersedia bagi manusia adalah energi surya, khususnya energi elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari. Sementara energi surya belum dipakai untuk sumber  primer energi bahan bakar pada saat ini.
Karena kebanyakan energi terbaharui pusatnya adalah “energi surya” istilah ini sedikit membingungkan. Namun yang dimaksud di sini adalah energi yang dikumpulkan langsung dari cahaya matahari. Tenaga surya dapat digunakan untuk:
1.        Menghasilkan listrik menggunakan sel surya.
2.        Menggunakan dari hasil pembangkit listrik tenaga panas surya.
3.        Menghasilkan listrik menggunakan menara surya.
4.        Memanaskan gedung, secara langsung.
5.        Memanaskan gedung, melalui pompa panas
6.        Memanaskan makanan, menggunakan oven surya.
Matahari tidak memberikan energi konstan untuk setiap titik di bumi, sehingga penggunaannya terbatas. Sel surya sering digunakan untuk daya baterai, karena kebanyakan aplikasi lainnya akan membutuhkan sumber energi sekunder, untuk mengatasi pemadaman listrik. Beberapa pemilik rumah menggunakan tata surya yang menjual energi ke grid pada siang hari, dan menarik energi dari grid pada malam hari. Inilah keuntungan untuk semua orang, karena permintaan listrik AC tertinggi pada siang hari.
Sedangkan, energi surya dapat dikonversikan ke bentuk energi lain. Ada 3 proses dalam pengkonversian nya, yaitu:
·           Proses Helochemical: Reaksi helochemical yang utama adalah proses foto sintesa. Proses ini adalah sumber dari semua bahan bakar fosil.
·           Proses Helioelectrical: Reakasi helioelectrical yang utama adalah produksi listrik oleh sel-sel surya.
·           Proses Heliotermal: adalah penyerapan radiasi matahari dan pengkonversian energi ini menjadi energi termal.

2.2  Sel Surya
Bumi menerima 174 petawatt (PW) radiasi surya yang datang (insolasi) di bagian atas dari atmosfer. Sekitar 30 persen dipantulkan kembali ke luar angkasa, sedangkan sisanya diserap oleh awanlautan, dan daratan. Sebagian besar spektrum cahaya matahari yang sampai di permukaan bumi berada pada jangkauan spektrum sinar tampak dan inframerah dekat. Sedangkan sebagian kecil berada pada rentang ultraviolet dekat.
Permukaan darat, samudra dan atmosfer menyerap radiasi surya, dan hal ini mengakibatkan temperatur naik. Udara hangat yang mengandung uap air hasil penguapan air laut meningkat dan menyebabkan sirkulasi atmosferik atau konveksi. Ketika udara tersebut mencapai posisi tinggi, di mana temperatur lebih rendah, uap air mengalami kondensasi membentuk awan, yang kemudian turun ke bumi sebagai hujan dan melengkapi siklus airPanas laten kondensasi air menguatkan konveksi, dan menghasilkan fenomena atmosferik seperti anginsiklon, dan anti-siklon. Cahaya matahari yang diserap oleh lautan dan daratan menjaga temperatur rata-rata permukaan pada suhu 14° C. Melalui proses fotosintesis, tanaman hijau mengubah energi surya menjadi energi kimia, yang menghasilkan makanan, kayu, dan biomassa yang merupakan komponen awal bahan bakar fosil.
Energi surya atau matahari telah dimanfaatkan di banyak belahan dunia dan jika dieksplotasi dengan tepat, energi ini berpotensi mampu menyediakan kebutuhan konsumsi energi dunia saat ini dalam waktu yang lebih lama. Matahari dapat digunakan secara langsung untuk memproduksi listrik atau untuk memanaskan bahkan untuk mendinginkan. Potensi masa depan energi surya hanya dibatasi oleh keinginan kita untuk menangkap kesempatan.
Ada banyak cara untuk memanfaatkan energi dari matahari.Tumbuhan mengubah sinar matahari menjadi energi kimia dengan menggunakan fotosintesis. Kita memanfaatkan energi ini dengan memakan dan membakar kayu.Bagimanapun, istilah “tenaga surya” mempunyai arti mengubah sinar matahari secara langsung menjadi panas atau energi listrik untuk kegunaan kita. Dua tipe dasar tenaga matahari adalah ”sinar matahari” dan ”photovoltaic” (photo=cahaya, voltaic=tegangan) Photovoltaic tenaga matahari melibatkan pembangkit listrik dari cahaya. Rahasia dari proses ini adalah penggunaan bahan semikonduktor yang dapat disesuaikan untuk melepas elektron, pertikel bermuatan negative yang membentuk dasar listrik.
Bahan semikonduktor yang paling umum dipakai dalam sel photovoltaic adalah silikon, sebuah elemen yang umum ditemukan di pasir. Semua sel photovoltaic mempunyai paling tidak dua lapisan semikonduktor seperti itu, satu bermuatan positif dan satu bermuatan negatif. Ketika cahaya bersinar pada semikonduktor, lading listrik menyeberang sambungan diantara dua lapisan yang menyebabkan listrik mengalir, membangkitkan arus DC. Semakin kuat cahaya, maka semakin kuat aliran listrik.
Sistem photovoltaic tidak membutuhkan cahaya matahari yang terang untuk beroperasi. Sistem ini juga membangkitkan listrik disaat hari mendung, dengan energi keluar yang sebanding ke berat jenis awan. Berdasarkan pantulan sinar matahari dari awan, hari-hari mendung dapat menghasilkan angka energi yang lebih tinggi dibandingkan saat langit biru yang sedang benar-benar cerah.

2.3  Sumber Energi Surya
Jumlah tenaga matahari yang sampai ke permukaan bumi yang dikenali sebagai konstan surya menyamai 1.370 watt per meter persegi setiap saat. Matahari sebagai pusat tata surya merupakan bintang generasi kedua. Material dari matahari terbentuk dari ledakan bintang generasi pertama seperti yang diyakini oleh ilmuwan, bahwasannya alam semesta ini terbentuk oleh ledakan big bang sekitar 14.000 juta tahun lalu.
Energi matahari yang sampa ke bumi merupakan sebuah pancaran gelombang pendek dalam bentuk radiasi. Radiasi adalah energi pancaran yang berupa gelombang elektromagnetik.
Pancaran energi surya atau bisa disebut dengan radiasi surya yang diterima di setiap permukaan bumi berbeda-beda menurut ruang dan waktunya. Artinya pancaran energi matahari akan sangat bergantung pada waktu, tempat dan keadaan lingkungan dalam hal ini adalah kondisi iklim dan topografi masing-masing wilayah. Radiasi diukur dalam satuan , setiap satuan waktu radiasi yang memancar dapat disebut dengan intensitas radiasi atau dengan kata lain intensitas radiasi matahari ialah jumlah energi matahari yang jatuh pada suatu bidang persatuan luas dalam satu satuan waktu. Dalam atmosfer bumi terdapat bermacam-macam radiasi seperti berikut:
1.        Direct Solar Radiation (S) yaitu radiasi langsung dari matahari yang sampai ke permukaan bumi.
2.        Radiation Difus (D) yaitu yang berasal dari pantulan-pantulan oleh awan dan pembauran-pembauran oleh partikel-partikel atmosfer.
3.        Surface Raflectivity (r) yaitu radiasi yang berasal dari pantulan-pantulan oleh permukaan bumi.
4.        Out Going Terrestial radiation (O) yaitu radiasi yang berasal dari bumi yang berupa gelombang panjang.
5.        Back Radiation (B) yaitu radiasi yang berasal dari awan-awan dan butir-butir uap air dan CO2 yang terdapat dalam atmosfer.
6.        Global (total) Radiation (Q)
7.        Net Radiation (R)



BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Energi Surya Sebagai Alternatif Masa Depan
Jika kita melihat tingkat konsumsi energi di seluruh dunia saat ini, penggunaan energi diprediksikan akan meningka tsebesar 70 persen antara tahun 2000 sampai 2030. Sumber energi yang berasal dari fosil, yang saat ini menyumbang 87,7 persen dari total kebutuhan energi dunia diperkirakan akan mengalami penurunan disebabkan tidak lagi ditemukannya sumber cadangan baru.
Cadangan sumber energi yang berasal dari fosil di seluruh dunia diperkirakan hanya sampai 40 tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas alam, dan 200 tahun untuk batu bara.Kondisi keterbatasan sumber energi ditengah semakin meningkatnya kebutuhan energi dunia dari tahun ke tahun (pertumbuhan konsumsi energi tahun 2004 saja sebesar 4,3 persen), serta tuntutan untuk melindungi bumi dari pemanasan global dan polusi lingkungan membuat tuntutan untuk segera mewujudkan teknologi baru bagi sumber energi yang terbaharukan.
Di antara sumber energi terbaharukan yang saat ini banyak dikembangkan seperti turbin angin, tenaga air (hydro power), energi gelombang air laut, tenaga surya, tenaga panas bumi, tenaga hidrogen, dan bio-energi. Tenaga surya atau solar sel merupakan salah satu sumber yang cukup menjanjikan.
Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69 persen dari total energi pancaran matahari. Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa besar yaitu mencapai 3x1024 joule per tahun, energi ini setara dengan 2x1017 watt.
Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0,1 persen saja permukaan bumi dengan divais solar sel yang memiliki efisiensi 10 persen sudah mampu untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini.




3.2  Pemanfaatan Energi Surya
Terkait dengan energi surya, sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat di bagi sebagai berikut: Untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 10 persen dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9 persen. Dengan demikian, potensi energi surya rata-rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9 persen.
Berdasarkan data dari Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi potensi sumber energi listrik yang terdapat di Indonesiadapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Sumber Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia
Sumber: Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Tahun 2001

Berdasarkan data pada Tabel Sumber Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia diatas, diketahui mengenai kenyataan tentang pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia adalah dari segi pemanfaatan yang masih relatif kecil. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, seperti kurangnya minat investor serta tingginya biaya investasi, rumitnya birokrasi dan minimnya insentif, disparitas biaya operasi dan harga jual yang tinggi dibandingkan dengan energi fosil, rendahnya pengetahuan dalam mengadaptasi fasilitas energi serta tingkat pemakaian per kapita konsumen yang masih rendah. Namun energi surya tetap merupakan energi yang paling menjanjikan untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan sel surya sanggup menyediakan energi listrik bersih tanpa polusi, mudah dipindahkan, dekat dengan pusat beban sehingga penyaluran energi sangat sederhana serta sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai karakteristik cahaya matahari yang baik (intensitas cahaya tidak fluktuatif) dibandingkan tenaga angin seperti di negara-negara 4 musim. Yang lebih utama sel surya relatif efisien, tidak ada pemeliharaan yang spesifik dan bisa mencapai umur yang panjang serta mempunyai keandalan yang tinggi.
Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut, ada 2 (dua) macam teknologi yang sudah diterapkan, yaitu:
a.         Teknologi Energi Surya Fotovoltaik
Energi Surya Fotovoltaik adalah divais yang mampu mengkonversi langsung cahaya matahari menjadi listrik. Sel surya bisa disebut sebagai pemeran utama untuk memaksimalkan potensi sangat besar energi cahaya matahari yang sampai kebumi. Walaupun selain dipergunakan untuk menghasilkan listrik, energi dari matahari juga bisa dimaksimalkan energi panasnya melalui sistem solar thermal.
Salah satu cara penyediaan energi listrik alternatif yang siap untuk diterapkan secara masal pada saat ini adalah menggunakan suatu sistem teknologi yang diperkenalkan sebagai Sistem Energi Surya Fotovoltaik (SESF) atau secara umum dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik (PLTS Fotovoltaik). Sebutan SESF merupakan istilah yang telah dibakukan oleh pemerintah yang digunakan untuk mengidentifikasikan suatu sistem pembangkit energi yang memanfaatkan energi matahari dan menggunakan teknologi fotovoltaik. Dibandingkan energi listrik konvensional pada umumnya, SESF terkesan rumit, mahal dan sulit dioperasikan. Namun dari pengalaman lebih dari 15 tahun operasional di beberapa kawasan di Indonesia, SESF merupakan suatu sistem yang mudah didalam pengoperasiannya, handal, serta memerlukan biaya pemeliharaan dan operasi yang rendah menjadikan SESF mampu bersaing dengan teknologi konvensional pada sebagian besar kondisi wilayah Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau oleh jaringan PLN dan tergolong sebagai kawasan terpencil.
Selain itu SESF merupakan suatu teknologi yang bersih dan tidak mencemari lingkungan. Beberapa kondisi yang sesuai untuk penggunaan SESF antara lain pada pemukiman desa terpencil, lokasi transmigrasi, perkebunan, nelayan dan lain sebagainya, baik untuk penerangan rumah maupun untuk fasilitas umum. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan jaman, pada saat ini di negara-negara maju penerapan SESF telah banyak digunakan untuk suplai energi listrik di gedung-gedung dan perumahan di kota-kota besar.
Sebuah sel surya mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Konversi ini didasarkan pada fenomena efek fotovoltaik. Sinar matahari terdiri dari foton dengan tingkat energi yang berbeda tergantung spektrum dari mana mereka berasal. Ketika sinar matahari menyerang permukaan bawah fotovoltaik  itu menyemburkan elektron yang menghasilkan generasi listrik. Fenomena ini dikenal sebagai efek fotovoltaik.
Efek fotolistrik pertama kali dicatat oleh seorang fisikawan Perancis, Antoine-CesarEdmund Bequerel, pada tahun 1839, yang menemukan bahwa bahan-bahan tertentu akan menghasilkan sejumlah kecil arus listrik ketika terkena cahaya. Pada tahun 1905, Albert Einstein menggambarkan sifat cahaya dan efek fotolistrik yang berteknologi fotovoltaik berbasis, yang ia kemudian memenangkan hadiah Nobel dalam fisika. Modul fotovoltaik pertama dibangun oleh Bell Laboratories pada tahun 1954. Pada tahun 1954 disebut sebagai baterai matahari dan sebagian besar hanya rasa ingin tahu seperti itu terlalu mahal untuk mendapatkan digunakan secara luas. Pada tahun 1960, industri ruang mulai membuat penggunaan serius pertama dari teknologi untuk menyediakan tenaga kapal pesawat ruang angkasa. Melalui program ruang, teknologi maju, kehandalan didirikan, dan biaya mulai menurun. Selama krisis energi di tahun 1970-an, teknologi fotovoltaik mendapat pengakuan sebagai sumber daya untuk aplikasi non-ruang.
Energi surya fotovoltaik digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik, pompa air, televisi, telekomunikasi, dan lemari pendingin di Puskesmas dengan kapasitas total hingga mencapai  ± 6 MW.
Pada umumnya modul fotovoltaik dipasarkan dengan kapasitas 50 Watt-peak (Wp) dan kelipatannya. Unit satuan Watt-peak adalah satuan daya (Watt) yang dapat dibangkitkan oleh modul fotovoltaik dalam keadaan standar uji (Standard Test Condition-STC). Efisiensi pembangkitan energi listrik yang dihasilkan modul fotovoltaik pada skala komersial saat ini adalah sekitar 14% - 15%.
Komponen utama suatu SESF adalah:
·           Sel fotovoltaik yang mengubah penyinaran atau radiasi matahari menjadi listrik secara langsung (direct conversion). Teknologi sel fotovoltaik yang banyak dikembangkan dewasa ini pada umumnya merupakan jenis teknologi kristal yang dibuat dengan bahan baku berbasis silikon. Produk akhir dari modul fotovoltaik menyerupai bentuk lembaran kaca dengan ketebalan sekitar 6 - 8 milimeter.
·           Balance of system (BOS) yang meliputi controller, inverter, kerangka modul, peralatan listrik, seperti kabel, stop kontak, dan lain-lain, teknologinya sudah dapat dikuasai.
·           Unit penyimpan energi (baterai) sudah dapat dibuat di dalam negeri.
·           Peralatan penunjang lain seperti: inverter untuk pompa, sistem terpusat, sistem hibrid, dan lain-lain masih diimpor.
Kandungan lokal modul fotovoltaik termasuk pengerjaan enkapsulasi dan framing sekitar 25 persen, sedangkan sel fotovoltaik masih harus diimpor. Balance of System (BOS) masih bervariasi tergantung sistem desainnya. Kandungan lokal dari BOS diperkirakan telah mencapai diatas 75 persen. 
Sasaran pengembangan energi surya fotovoltaik di Indonesia adalah sebagai berikut:
·           Semakin berperannya pemanfaatan energi surya fotovoltaik dalam penyediaan energi di daerah perdesaan, sehingga pada tahun 2020 kapasitas terpasangnya menjadi 25 MW. 
·           Semakin berperannya pemanfaatan energi surya di daerah perkotaan.
·           Semakin murahnya harga energi dari solar fotovoltaik, sehingga tercapai tahap komersial.
·           Terlaksananya produksi peralatan SESF dan peralatan pendukungnya di dalam negeri yang mempunyai kualitas tinggi dan berdaya saing tinggi. 
Strategi pengembangan energi surya fotovoltaik di Indonesia adalah sebagai berikut: 
·           Mendorong pemanfaatan SESF secara terpadu, yaitu untuk keperluan penerangan (konsumtif) dan kegiatan produktif. Mengembangan SESF melalui dua pola, yaitu pola tersebar dan terpusat yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Pola tersebar diterapkan apabila letak rumah-rumah penduduk menyebar dengan jarak yang cukup jauh, sedangkan pola terpusat diterapkan apabila letak rumah-rumah penduduk terpusat.
·           Mengembangkan pemanfaatan SESF di perdesaan dan perkotaan.
·           Mendorong komersialisasi SESF dengan memaksimalkan keterlibatan swasta.
·           Mengembangkan industri SESF dalam negeri yang berorientasi ekspor.
·           Mendorong terciptanya sistem dan pola pendanaan yang efisien dengan melibatkan dunia perbankan.
Program pengembangan energi surya fotovoltaik adalah sebagai berikut:
·           Mengembangkan SESF untuk program listrik perdesaan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah yang jauh dari jangkauan listrik PLN.
·           Meningkatkan penggunaan teknologi hibrida, khususnya untuk memenuhi kekurangan pasokan tenaga listrik dari isolated PLTD.
·           Mengganti seluruh atau sebagian pasokan listrik bagi pelanggan Sosial Kecil dan Rumah Tangga Kecil PLN dengan SESF.
Pola yang diusulkan adalah:
·           Memenuhi semua kebutuhan listrik untuk pelanggan S1 dengan batas daya 220 VA.
·           Memenuhi semua kebutuhan untuk pelanggan S2 dengan batas daya 450 VA.
·           Memenuhi 50% kebutuhan listrik untuk pelanggan S2 dengan batas daya 900 VA.
·           Memenuhi 50% kebutuhan untuk pelanggan R1 dengan batas daya 450 VA.
·           Mendorong penggunaan SESF pada bangunan gedung, khususnya Gedung Pemerintah.
·           Mengkaji kemungkinan pendirian pabrik modul surya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kemungkinan ekspor.
·           Mendorong partisipasi swasta dalam pemanfaatan energi surya fotovoltaik.
·           Melaksanakan kerjasama dengan luar negeri untuk pembangunan SESF skala besar.
Kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang kecil dan banyak yang terpencil menyebabkan sulit untuk dijangkau oleh jaringan listrik yang bersifat terpusat. Untuk memenuhi kebutuhan energi di daerah-daerah semacam ini, salah satu jenis energi yang potensial untuk dikembangkan adalah energi surya. Dengan demikian, energi surya dapat dimanfaatkan untuk penyedian listrik dalam rangka mempercepat rasio elektrifikasi desa.
Selain dapat digunakan untuk program listrik perdesaan, peluang pemanfaatan energi surya lainnnya adalah:
·           Lampu penerangan jalan dan lingkungan.
·           Penyediaan listrik untuk rumah peribadatan. SESF sangat ideal untuk dipasang di tempat-tempat ini karena kebutuhannya relatif kecil. Dengan SESF 100/120Wp sudah cukup untuk keperluan penerangan dan pengeras suara.
·           Penyediaan listrik untuk sarana umum. Dengan daya kapasitas 400 Wp sudah cukup untuk memenuhi listrik sarana umum.
·           Penyediaan listrik untuk sarana pelayanan kesehatan, seperti: rumah sakit, Puskesmas, Posyandu, dan Rumah Bersalin.
·           Penyediaan listrik untuk Kantor Pelayanan Umum Pemerintah. Tujuan pemanfaatan SESF pada kantor pelayanan umum adalah untuk membantu usaha konservasi energi dan mambantu PLN mengurangi beban puncak disiang hari.
·           Untuk pompa air (solar power supply for waterpump) yang digunakan untuk pengairan irigasi atau sumber air bersih (air minum).
Kendala yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah:
·           Harga modul surya yang merupakan komponen utama SESF masih mahal mengakibatkan harga SESF menjadi mahal, sehingga kurangnya minat lembaga keuangan untuk memberikan kredit bagi pengembangan SEEF.
·           Sulit untuk mendapatkan suku cadang dan air accu , khususnya di daerah perdesaan, menyebabkan SESF cepat rusak.
·           Pemasangan SESF di daerah perdesaan pada umumnya tidak memenuhi standar teknis yang telah ditentukan, sehingga kinerja sistem tidak optimal dan cepat rusak.
·           Pada umumnya, penerapan SESF dilaksanakan di daerah perdesaan yang sebagian besar daya belinya masih rendah, sehingga pengembangan SESF sangat tergantung pada program Pemerintah.
·           Belum ada industri pembuatan sel surya di Indonesia, sehingga ketergantungan pada impor sangat tinggi. Akibatnya, dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar menyebabkan harga modul surya menjadi semakin mahal. 
b.        Teknologi Energi Surya Termal
Pembangkit listrik tenaga termal surya merupakan teknologi yang relatif masih baru, tercatat baru pada tahun 1984 teknologi ini beroperasi di Gurun Mojave, California, Amerika Serikat, tetapi telah menunjukan keuntungan yang menjanjikan karena sudah bisa beroperasi pada skala komersial. Dengan dampak lingkungan yang kecil dan potensi yang cukup masif, pembangkit jenis ini menawarkan opportunity bagi negara-negara yang mendapatkan curahan sinar matahari yang melimpah. Di beberapa daerah di dunia, lahan seluas 1 km2 cukup untuk membangkitkan listrik sebesar 100-120 GWh per tahun dengan menggunakan teknologi ini. Angka ini setara dengan produksi listrik tahunan sebesar 50 MW dari pembakaran batubara konvensional atau kombinasi dengan gas alam.
Untuk menghasilkan listrik dari pembangkit listrik tenaga termal surya diperlukan 3 bagian utama, yaitu: solar field, power block, dan thermal storage(optional). Komponen penyusun bagian solar field adalah kolektor surya, dan elemen penerima panas, sedangkan pada bagian power block tersusun dari komponen-komponen pengkonversi energi seperti turbin uap dan kondenser. Dan bagian thermal storage digunakan untuk menyimpan kelebihan panas pada saat puncak matahari untuk digunakan pada saat sore dan malam hari atau saat radiasi matahari minimum sehingga sistem pembangkit dapat beroperasi secara kontinu. Namun demikian, pada penelitian ini tidak digunakan thermal storage, karena pada thermal storage biasanya menggunakan material berupa garam lebur yang hanya dapat beroperasi pada suhu tinggi (sekitar  C) sedangkan pada penelitian ini rentang suhunya maksimum sebesar  C.
Energi surya termal pada umumnya digunakan untuk memasak (kompor surya), mengeringkan hasil pertanian (perkebunan, perikanan, kehutanan, tanaman pangan) dan memanaskan air.
Selama ini, pemanfaatan energi surya termal di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Para petani dan nelayan di Indonesia memanfaatkan energi surya untuk mengeringkan hasil pertanian dan perikanan secara langsung.
Berbagai teknologi pemanfaatan energi surya termal untuk aplikasi skala rendah (temperatur kerja lebih kecil atau hingga  C) dan skala menengah (temperatur kerja antara  C hingga  C) telah dikuasai dari rancang-bangun, konstruksi hingga manufakturnya secara nasional. Secara umum, teknologi surya termal yang kini dapat dimanfaatkan termasuk dalam teknologi sederhana hingga madya. Beberapa teknologi untuk aplikasi skala rendah dapat dibuat oleh bengkel pertukangan kayu/besi biasa. Untuk aplikasi skala menengah dapat dilakukan oleh industri manufaktur nasional.
Beberapa peralatan yang telah dikuasai perancangan dan produksinya seperti sistem atau unit berikut:
·           Pengering pasca panen (berbagai jenis teknologi).
·           Pemanas air domestic.
·           Pemasak/oven.
·           Pompa air (dengan Siklus Rankine dan fluida kerja Isopentane).
·           Penyuling air (Solar Distilation/Still).
·           Pendingin (radiatif, absorpsi, evaporasi, termoelektrik, kompressip, tipe jet).
·           Sterilisator surya.
·           Pembangkit listrik dengan menggunakan konsentrator dan fluida kerja dengan titik didih rendah.
Untuk skala kecil dan teknologi yang sederhana, kandungan lokal mencapai 100 %, sedangkan untuk sistem dengan skala industri (menengah) dan menggunakan teknologi tinggi (seperti pemakaian Kolektor Tabung Hampa atau Heat Pipe ), kandungan lokal minimal mencapai 50%.
Sasaran pengembangan energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut:
·           Meningkatnya kapasitas terpasang sistem energi surya termal, khususnya untuk pengering hasil pertanian, kegiatan produktif lainnya, dan sterilisasi di Puskesmas.
·           Tercapainya tingkat komersialisasi berbagai teknologi energi surya thermal dengan kandungan lokal yang tinggi. 
Strategi pengembangan energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut:
·           Mengarahkan pemanfaatan energi surya termal untuk kegiatan produktif, khususnya untuk kegiatan agro industri.
·           Mendorong keterlibatan swasta dalam pengembangan teknologi surya termal.
·           Mendor ong terciptanya sistem dan pola pendanaan yang efektif.
·           Mendorong keterlibatan dunia usaha untuk mengembangkan surya termal.
Program pengembangan energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut:
·           Melakukan inventarisasi, identifikasi dan pemetaan potensi serta aplikasi teknologi fototermik secara berkelanjutan.
·           Melakukan diseminasi dan alih teknologi dari pihak pengembang kepada pemakai (agro-industri, gedung komersial, dan lain-lain) dan produsen nasional (manufaktur, bengkel mekanik, dan lain-lain) melalui forum komunikasi, pendidikan dan pelatihan dan proyek-proyek percontohan.
·           Melaksanakan standarisasi nasional komponen dan sistem teknologi fototermik.
·           Mengkaji skema pembiayaan dalam rangka pengembangan manufaktur nasional.
·           Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk berbagai teknologi fototermik.
·           Meningkatkan produksi lokal secara massal dan penjajagan untuk kemungkinan ekspor.
·           Pengembangan teknologi fototermik suhu tinggi seperti: pembangkitan listrik, mesin stirling, dan lain-lain.
Prospek teknologi energi surya termal cukup besar, terutama untuk mendukung peningkatan kualitas pasca-panen komoditi pertanian, untuk bangunan komersial atau perumahan di perkotaan. Prospek pemanfaatannya dalam sektor-sektor masyarakat, yaitu:
·           Industri, khususnya agro-industri dan industri pedesaan, yaitu untuk penanganan pasca-panen hasil-hasil pertanian, seperti: pengeringan (komoditi pangan, perkebunan, perikanan/peternakan, kayu olahan) dan juga pendinginan (ikan, buah dan sayuran).
·           Bangunan komersial atau perkantoran, yaitu: untuk pengkondisian ruangan (Solar Passive Building, AC) dan pemanas air.
·           Rumah tangga, seperti: untuk pemanas air dan oven/ cooker.
·           Puskesmas terpencil di pedesaan, yaitu: untuk sterilisator, refrigerator vaksin dan pemanas air.
Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan surya termal adalah:
·           Teknologi energi surya termal untuk memasak dan mengeringkan hasil pertanian masih sangat terbatas. Akan tetapi, sebagai pemanas air, energi surya termal sudah mencapai tahap komersial. Teknologi surya termal masih belum berkembang karena sosialisasi ke masyarakat luas masih sangat rendah.
·           Daya beli masyarakat rendah, walaupun harganya relatif murah.
·           Sumber daya manusia (SDM) di bidang surya termal masih sangat terbatas. Saat ini, SDM hanya tersedia di Pulau Jawa dan terbatas lingkungan perguruan.
Pemanfaatan energi surya khususnya dalam bentuk SHS (solar home systems) sudah mencapai tahap semi komersial. Komponen utama suatu SESF adalah sel fotovoltaik (mengubah penyinaran matahari menjadi listrik), Balance Of System (BOS), unit penyimpan energi (baterai) dan peralatan penunjang lain seperti: inverter untuk pompa, sistem terpusat, dan sistem hibrid.
Pemanfaatan energi surya termal di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Para petani dan nelayan di Indonesia memanfaatkan energi surya untuk mengeringkan hasil pertanian dan perikanan secara langsung. Secara umum, teknologi surya termal yang kini dapat dimanfaatkan termasuk dalam teknologi sederhana hingga canggih. Beberapa teknologi untuk aplikasi skala rendah dapat dibuat oleh bengkel pertukangan kayu atau besi biasa. Untuk aplikasi skala menengah dapat dilakukan oleh industri manufaktur nasional. Untuk skala kecil dan teknologi yang sederhana, kandungan lokal mencapai 100%, sedangkan untuk sistem dengan skala industri (menengah) dan menggunakan teknologi tinggi (seperti pemakaian Kolektor Tabung Hampa atau Heat Pipe), kandungan lokal minimal mencapai 50%.

3.3  Metode Untuk Memanfaatkan Energi Surya
       Energi surya dapat dimanfaatkan dalam 2 cara, yaitu:
a.         Energi dari cahaya matahari
Metode ini didasarkan pada fenomena efek fotolistrik dan menggunakan sel fotovoltaik. Ketika cahaya matahari tidak terkena permukaan panel surya, proses photoemission terjadi di dalam sel fotovoltaik dan energi surya secara langsung dikonversikan menjadi energi listrik. Secara teoritis tidak ada dispasi panas yang terlibat dalam metode ini.
b.        Energi dikembangkan dari panas matahari
Metode lain untuk menghasilkan energi menggunakan energi surya dengan menangkap panas. Dalam metode ini sejumlah cermin cekung yang digunakan untuk mengintensifkan panas yang dihasilkan dari matahari. Panas ini digunakan untuk mengubah air menjadi uap. Seperti metode lain tekanan uap menggerakan turbin untuk menghasilkan energi listrik.



3.4  Pembangkit Listrik Tenaga Matahari
Kaca-kaca besar mengkonsetrasikan cahaya matahari ke satu garis atau titik. Panas yang dihasil akan digunakan untuk menghasilkan uap panas. Panasnya tekanan uap panas yang tinggi digunakan untuk menjalankan turbin yang menghasilkan listrik. Di wilayah yang disinari matahari, Pembangkit Listrik Tenaga Matahari dapat menjamin pembagian besar produksi listrik.
Berdasarkan proyeksi dari tingkat arus hanya 354 MW, pada tahun 2015 kapasitas total pemasangan pembangkit tenaga panas matahari akan melampaui 5.000 MW. Pada tahun 2020, tambahan kapasitas akan naik pada tingkat sampai 4.500 MW setiap tahunnya dan total pemasangan kapasitas tenaga panas matahari di seluruh dunia dapat mencapai hampir 30.000 MW. Cukup untuk memberikan daya untuk 30 juta rumah.

3.5  Pembangkit Listrik Tenaga Matahari atau Surya di Indonesia
Melihat kesuksesan Arab Saudi dalam mengaplikasikan pembangkit listrik Fotovoltaik sebagai pensuplai energi listrik untuk penerangan terowongan, Indonesia dapat pula meniru kesuksesan tersebut bila adanya keseriusan dari pemerintah Indonesia di bidang ini. Penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 220 juta, sebagian besar tinggal di pedesaan dan masih banyak yang belum mendapatkan akses terhadap energi listrik. Sehingga perlu suatu kebijakan yang dapat mendorong penyediaan energi khususnya listrik bagi masyarakat pedesaan.
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menyediakan energi bagi masyarakat pedesaan terutama listrik. Pemerintah telah mencanangkan program listrik masuk desa bahkan program listrik bertenaga sumber daya lokal seperti tenaga surya. Namun semua itu belum cukup, karena masih banyak daerah pedesaan terutama di daerah terpencil yang belum terjangkau karena sulitnya medan dan besarnya biaya dan investasi yang diperlukan.
Penerapan PLTS oleh BPPT dimulai dengan pemasangan 80 unit PLTS (Solar Home System, Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk Lampu Penerangan Rumah) di Desa Sukatani, Jawa Barat pada tahun 1987. Setelah itu pada tahun 1991 dilanjutkan dengan proyek Bantuan Presiden (Banpres Listrik Tenaga Surya masuk Desa) untuk pemasangan 3.445 unit SHS (Solar Home System) di 15 propinsi yang dinilai layak dari segi kebutuhan karena tidak terjangkau oleh PLN, kemampuan masyarakat setempat bisa melakukan pembayaran dengan cara mencicil dan persyaratan teknis lainnya.
Program banpres listrik tenaga surya masuk desa yang telah memperoleh sambutan sangat menggembirakan dari masyarakat pedesaan dan telah terbukti dapat berjalan dengan baik akan dijadikan model guna implementasi program listrik tenaga surya untuk sejuta rumah.
Program ini juga merupakan salah upaya untuk mencapai target emerintah dalam melistriki seluruh pedesaan dan daerah terpencil di Indonesia dengan rasio elektrifikasi nasional di atas 75 persen. Besarnya biaya investasi untuk per unit PLTS ini mendorong BPPT mencari sumber dana pembiayaan serta membuat pola pengelolaan dan pendanaan. Pola ini terus berubah sejalan dengan kebijakan pemerintah yang berlaku.
Semenjak tahun 2005, pemerintah optimis terhadap program-program energi yang dirancangnya melalui Blueprint Pengelolaan Energi Nasional. Banyak jenis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mulai dinyatakan untuk dikelola secara resmi dan serius di tataran nasional. Salah satunya energi surya, dimana merupakan salah satu perhatian pemerintah dalam meningkatkan aplikasi energi alternatif di Indonesia. Energi surya difokuskan untuk memenuhi kebutuhan energi pada sektor pembangkitan tenaga listrik serta menangani kebutuhan energi rumah tangga dan bangunan komersial. Pemerintahpun telah membuat roadmap energi surya untuk mendeskripsikan target-target spesifik dalam mewujudkan keinginan negara ini.
Kondisi bumi kita semakin lama semakin mengkhawatirkan karena tercemarnya lingkungan dari efek rumah kaca (greenhouse effect) yang menyebabkan global warming, hujan asam, rusaknya lapisan ozon hingga hilangnya hutan tropis. Semua jenis polusi itu rata-rata akibat dari penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, uranium, plutonium, batu bara dan lainnya yang tiada hentinya. Padahal kita tahu bahwa bahan bakar dari fosil tidak dapat diperbaharui dan tidak akan berlangsung lama, tidak seperti bahan bakar non-fosil.
Dengan kondisi yang sudah sedemikian memprihatinkan, gerakan hemat energi sudah merupakan keharusan di seluruh dunia. Salah satunya dengan menghemat bahan bakar dan menggunakan bahan bakar dari non-fosil yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, tenaga air, energi panas bumi, tenaga matahari, dan lainnya. Dunia pun sudah mulai merubah tren produksi dan penggunaan bahan bakarnya, dari bahan bakar fosil beralih ke bahan bakar non-fosil, terutama tenaga surya yang tidak terbatas.
Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan lebih diminati karena dapat digunakan untuk keperluan apa saja dan di mana saja: bangunan besar, pabrik, perumahan, dan lainnya. Selain persediaannya tanpa batas, tenaga surya nyaris tanpa dampak buruk terhadap lingkungan dibandingkan bahan bakar lainnya. Di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa dengan bantuan subsidi dari pemerintah telah diluncurkan program-program untuk memasyarakatkan listrik tenaga surya ini. Tidak itu saja di negara-negara sedang berkembang seperti India dan Mongolia terus mempromosikan pemakaian sumber energi yang dapat diperbaharui ini terus dilakukan.

3.6  Proses Kerja Energi Surya
Sel surya yang sering kita lihat adalah sekumpulan modul sel fotovoltaik (photo=cahaya, voltaic=listrik) yang disusun sedemikian rupa dan dikemas dalam sebuah frame. Sel fotovoltaik ini yang nantinya akan merubah secara langsung energi matahari menjadi listrik.
Sel fotovoltaik ini terbuat dari bahan khusus semikonduktor yang sekarang banyak digunakan dan disebut dengan silikon. Ketika cahaya mengenai sel silikon, cahaya tersebut akan diserap oleh sel ini, hal ini berarti bahwa energi cahaya yang diserap telah ditransfer ke bahan semikonduktor yang berupa silikon.
Energi yang tersimpan dalam semikonduktor ini akan mengakibatkan elektron lepas dan mengalir dalam semikonduktor. Semua sel fotovoltaik ini juga memiliki medan elektrik yang memaksa elektron yang lepas karena penyerapan cahaya tersebut untuk mengalir dalam suatu arah tertentu. Elektron yang mengalir ini adalah arus listrik, dengan meletakkan terminal kontak pada bagian atas dan bawah dari sel fotovoltaik ini akan dapat dilihat dan diukur arus yang mengalir sehingga dapat digunakan untuk menyuplai perangkat eksternal. Hal di atas adalah dasar perubahan energi surya menjadi listrik oleh bahan semikonduktor silikon.

3.7  Potensi Energi Surya
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam energi surya mengingat posisi Indonesia yang terletak di garis katulistiwa. Hasil pantauan didapat bahwa nilai radiasi harian terendah terdapat di Darmaga, Bogor Jawa Barat dengan intensitas 2,558 Wh/m2 dan yang paling tertinggi terdapat di Waingapu, Nusa Tenggara Timur dengan intensitas 5,747 Wh/m2. Potensi ini baru dimanfaatkan sangat sedikit yang dimulai pada tahun 1979 oleh BPPT sebagai pengguna. Pengguna terbanyak adalah DEPKES (Departemen Kesehatan) sesuai dengan kebutuhan puskesmas pada daerah terpencil dan kemudian departemen transmigrasi.

Tabel 3.2 Intensitas radiasi matahari Indonesia
Sumber: Rencana Induk Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan, Tahun 1997
                Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi, DESDM

Sebagai negara yang kaya akan energi surya, sudah selayaknyalah untuk mengembangkan dan memanfaatkan energi yang melimpah tersebut. Namun demikian, pemanfaatan energi surya di Indonesia baru sekitar 882,5 kw, jauh dibawah 1% dari energi yang tersedia. Jika dibandingkan dengan ketersediaan energi surya maka pencapaian pemakaian ini masih sangat kecil.
Nilai rata-rata energi radiasi harian adalah 4,815 kWh/m2. Untuk seluruh Indonesia dengan luas daratan kurang lebih 2 juta km2, potensi energi radiasi harian adalah 2x1012 m2 x 4,815 kWh/m2 = 9,63x1012 kWh.
Dari tabel 2 masih kelihatan bahwa antara kelebihan dan kelemahan masih berimbang sehingga jika PLTS ini diaplikasikan belum memberikan keuntungan yang signifikan. Namun melihat permintaan tenaga listrik yang tumbuh rata-rata 8,2% pertahun (meningkat dari 51,2 TWh pada tahun 1990 menjadi 555 TWh pada tahun 2021) dengan jumlah pembangkit yang sangat terbatas (Jawa dan Bali) maka pengembangan PLTS adalah sangat strategis.

3.8  Keuntungan dan Kekurangan Energi Panas Matahari
       Keuntungan dari energi panas matahari antara lain:
·           Modul solar langsung mengkonversi sinar matahari menjadi Energi listrik searah tanpa bahan bakar.
·           Proses konversi tidak menimbulkan kebisingan, gas buang, serta limbah.
·           Pemeliharaan sederhana dibanding sistem konvensional. Karena dalam proses tidak ada bagian yang bergerak.
·           Untuk beban yang kecil mempunyai kecenderungan makin ekonomis.
·           Dapat diaplikasikan langsung pada alat-alat praktis.
·           Instalasi sistem lebih aman karena tegangan rendah dan searah.
Kerugian dari energi panas matahari antara lain:
·           Biaya investasi awal tinggi.
·           Memerlukan baterai sebgai media penyimpan listrik.
·           Pemeliharaan baterai harus rutin karena keandalan sistem ditentukan oleh kondisi baterai.
·           Alat-alat yang dioperasikan pada tegangan rendah terbatas.
·           Teknisi yang terlatih untuk perencanaan dan perancangan sistem konversi energi surya masih sangat sedikit.
·           Sistem hanya bisa digunakan pada saat matahari bersinar dan tidak bisa digunakan ketika malam hari atau pada saat cuaca berawan.



BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini antara lain:
Energi surya atau energi matahari dalah energi yang berupa sinar dan panas dari matahari. Energi ini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan serangkaian teknologi seperti pemanas suryafotovoltaik surya, listrik panas surya, arsitektur surya, dan fotosintesis buatan. Sumber energi berjumlah besar dan bersifat kontinyu terbesar yang tersedia bagi manusia adalah energi surya, khususnya energi elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari. Sementara energi surya belum dipakai untuk sumber  primer energi bahan bakar pada saat ini.
Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut, ada 2 (dua) macam teknologi yang sudah diterapkan, yaitu: Teknologi Energi Surya Fotovoltaik dan Teknologi Energi Surya Termal. Sedangkan, energi surya dapat dimanfaatkan dalam 2 cara, yaitu: Energi dari cahaya matahari dan Energi dikembangkan dari panas matahari.

4.2  Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan dari makalah ini antara lain:
·      Bagi Pemerintah
Instansi pemerintah dan lembaga pendidikan perlu mendorong dan menggalakkan penelitian-penelitian serta aplikasi sel surya.
·      Bagi Mahasiswa
Energi surya sangat berpotensi di Indonesia karena wilayah Indonesia yang memiliki iklim tropis dan matahari dapat muncul sepanjang tahun, oleh sebab itu kita harus lebih mengembangkan lagi baik dari segi pemanfaatan ataupun pengaplikasiannya.



DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/29772179/Makalah_Energi_Surya
https://id.wikipedia.org/wiki/Energi_surya
https://id.scribd.com/doc/142713308/PEMAMFAATAN-ENERGI-MATAHARI-pdf
http://backupkuliah.blogspot.co.id/2013/08/energi-matahari-surya.html
http://listrikduniaterang.blogspot.co.id/2016/05/panel-surya-fotovoltaik.html
http://jatas.co.id/2015/09/cara-kerja-photovoltaic/?lang=id
http://berbagienergi.com/2016/01/14/teknologi-sistem-pembangkit-listrik-tenaga-termal-surya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Motor Arus Bolak-Balik (AC)

  BAB I PENDAHULUAN 1.1.   Latar Belakang Motor induksi merupakan motor listrik arus bolak balik (AC) yang putaran rotornya tidak sama...