BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Energi adalah
satu kata yang mempunyai makna sangat luas karena tidak ada
aktifitas di alam raya ini yang bergerak tanpa energi dan itulah sebabnya
katasalah seorang professor di Jepang bahwa hampir semua perselisihan di dunia
inidipicu, atau berpangkal pada perebutan atas penguasaan sumber energi.
Energi merupakan salah
satu masalah utama yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia. Hal
ini mengingat energi merupakan salah satu faktor utama bagi terjadinya
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Permasalahan energi menjadi semakin
kompleks ketika kebutuhan yang meningkat akan energi dari seluruh negara
di dunia untuk menopang pertumbuhan ekonominya justru membuat persediaan
cadangan energi konvensional menjadi semakin sedikit. Dimulainya revolusi
industri, manusia mulai menggunakan sumber energi yang tidak dapat
diperbaharui. Sumber dayanya yaitu bahan bakar fosil, batubara, gas alam
dan minyak bumi. Bahan bakar fosil ini merupakan sumber daya energi konvensional
dan tidak terbaharui dan jumlahnya terbatas. Dengan hal ini, maka timbul
kecemasan manusia terhadap sumber daya konvensional yang tidak dapat di
perbaharui, dan agar mempertahankan eksistensi manusia di bumi
ini. Kebutuhan yang meningkat terhadap energi juga pada kenyataanya
bertabrakan dengan kebutuhan umat manusia untuk menciptakan lingkungan yang
bersih dan bebas dari polusi. Polusi dari penggunaan bahan bakar fosil ini
sangat besar. Dengan demikian dilakukan berbagai macam upaya pemanfaatan
energi-energi yang tersedia dalam jumlah yang tidak terbatas sebagai energi
alternatif diantaranya adalah energi matahari (Solar Energi) yang bersifat
berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Matahari merupakan
sumber energi yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan kebutuhan energi
masa depan. Total kebutuhan energi yang berjumlah 10 TW tersebut setara
dengan 3 x
Joule setiap
tahunnya. Sementara total energi matahari yang sampai di permukaan bumi
adalah 2,6 x
Joule setiap tahunnya. Jika
kita lihat jumlah energi yang dibutuhkan dan dibandingkan dengan energi
matahari yang tiba di permukaan bumi, maka sebenarnya dengan menutup 0,05% luas
permukaan bumi dengan solar cell yang memiliki efisiensi
20%, seluruh kebutuhan energi yang ada di bumi sudah dapat terpenuhi. Sehingga
perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut terutama bagaimana proses
pengkonversian energi matahari menjadi energi listrik untuk memperoleh
efisiensi yang semakin tinggi.
1.2
Rumusan
Masalah
Masalah yang akan dibahas pada
makalah ini adalah:
a. Apa
yang dimaksud dengan energi surya/energi matahari?
b.
Bagaimana
pemanfaatan energi surya di Indonesia?
c.
Bagaimana
aplikasi/penerapan energi surya di Indonesia?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah:
a.
Mengetahui
definisi energi surya/energi matahari
b.
Mengetahui
pemanfaatan energi surya di Indonesia
c.
Mengetahui
aplikasi/penerapan energi surya di Indonesia
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Energi Surya
Energi surya atau
energi matahari dalah energi yang berupa sinar dan panas dari matahari. Energi ini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan
serangkaian teknologi seperti pemanas
surya, fotovoltaik
surya, listrik panas surya, arsitektur
surya, dan fotosintesis buatan. Sumber energi berjumlah besar dan bersifat
kontinyu terbesar yang tersedia bagi manusia adalah energi surya,
khususnya energi elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari. Sementara
energi surya belum dipakai untuk sumber primer energi bahan bakar
pada saat ini.
Karena kebanyakan energi terbaharui pusatnya adalah “energi surya”
istilah ini sedikit membingungkan. Namun yang dimaksud di sini adalah energi yang
dikumpulkan langsung dari cahaya matahari. Tenaga surya dapat digunakan untuk:
2.
Menggunakan dari hasil pembangkit
listrik tenaga panas surya.
4.
Memanaskan gedung, secara
langsung.
Matahari tidak
memberikan energi konstan untuk setiap titik di bumi, sehingga penggunaannya
terbatas. Sel surya sering digunakan untuk daya baterai, karena kebanyakan
aplikasi lainnya akan membutuhkan sumber energi sekunder, untuk mengatasi
pemadaman listrik. Beberapa pemilik rumah menggunakan tata surya yang menjual
energi ke grid pada siang hari, dan menarik energi dari grid pada malam hari. Inilah
keuntungan untuk semua orang, karena permintaan listrik AC tertinggi pada
siang hari.
Sedangkan, energi surya
dapat dikonversikan ke bentuk energi lain. Ada 3 proses dalam pengkonversian
nya, yaitu:
·
Proses Helochemical: Reaksi helochemical
yang utama adalah proses foto sintesa. Proses ini adalah sumber dari semua
bahan bakar fosil.
·
Proses Helioelectrical: Reakasi
helioelectrical yang utama adalah produksi listrik oleh sel-sel
surya.
·
Proses Heliotermal: adalah penyerapan
radiasi matahari dan pengkonversian energi ini menjadi energi termal.
2.2 Sel Surya
Bumi menerima 174 petawatt (PW)
radiasi surya yang datang (insolasi)
di bagian atas dari atmosfer. Sekitar 30 persen dipantulkan kembali ke luar angkasa,
sedangkan sisanya diserap oleh awan, lautan,
dan daratan.
Sebagian besar spektrum cahaya matahari
yang sampai di permukaan bumi berada pada jangkauan spektrum sinar tampak dan inframerah dekat.
Sedangkan sebagian kecil berada pada rentang ultraviolet dekat.
Permukaan darat, samudra dan
atmosfer menyerap radiasi surya, dan hal ini mengakibatkan temperatur naik.
Udara hangat yang mengandung uap air hasil penguapan air laut meningkat dan
menyebabkan sirkulasi atmosferik atau konveksi.
Ketika udara tersebut mencapai posisi tinggi, di mana temperatur lebih rendah,
uap air mengalami kondensasi membentuk awan, yang kemudian turun ke bumi
sebagai hujan dan melengkapi siklus air. Panas laten kondensasi
air menguatkan konveksi, dan menghasilkan fenomena atmosferik seperti angin, siklon,
dan anti-siklon. Cahaya matahari yang diserap oleh
lautan dan daratan menjaga temperatur rata-rata permukaan pada suhu 14° C.
Melalui proses fotosintesis, tanaman hijau mengubah energi surya
menjadi energi kimia,
yang menghasilkan makanan, kayu, dan biomassa yang
merupakan komponen awal bahan bakar fosil.
Energi surya atau
matahari telah dimanfaatkan di banyak belahan dunia dan jika dieksplotasi
dengan tepat, energi ini berpotensi mampu menyediakan kebutuhan konsumsi energi
dunia saat ini dalam waktu yang lebih lama. Matahari dapat digunakan secara langsung
untuk memproduksi listrik atau untuk memanaskan bahkan untuk mendinginkan.
Potensi masa depan energi surya hanya dibatasi oleh keinginan kita untuk
menangkap kesempatan.
Ada
banyak cara untuk memanfaatkan energi dari matahari.Tumbuhan mengubah sinar
matahari menjadi energi kimia dengan menggunakan fotosintesis. Kita memanfaatkan
energi ini dengan memakan dan membakar kayu.Bagimanapun, istilah “tenaga surya”
mempunyai arti mengubah sinar matahari secara langsung menjadi panas atau
energi listrik untuk kegunaan kita. Dua tipe dasar tenaga matahari adalah ”sinar
matahari” dan ”photovoltaic” (photo=cahaya, voltaic=tegangan) Photovoltaic
tenaga matahari melibatkan pembangkit listrik dari cahaya. Rahasia dari proses
ini adalah penggunaan bahan semikonduktor yang dapat disesuaikan untuk melepas
elektron, pertikel bermuatan negative yang membentuk dasar listrik.
Bahan semikonduktor
yang paling umum dipakai dalam sel photovoltaic adalah silikon, sebuah elemen yang
umum ditemukan di pasir. Semua sel photovoltaic mempunyai paling tidak dua
lapisan semikonduktor seperti itu, satu bermuatan positif dan satu bermuatan
negatif. Ketika cahaya bersinar pada semikonduktor, lading listrik menyeberang sambungan
diantara dua lapisan yang menyebabkan listrik mengalir, membangkitkan arus DC.
Semakin kuat cahaya, maka semakin kuat aliran listrik.
Sistem photovoltaic
tidak membutuhkan cahaya matahari yang terang untuk beroperasi. Sistem ini juga
membangkitkan listrik disaat hari mendung, dengan energi keluar yang sebanding
ke berat jenis awan. Berdasarkan pantulan sinar matahari dari awan, hari-hari
mendung dapat menghasilkan angka energi yang lebih tinggi dibandingkan saat
langit biru yang sedang benar-benar cerah.
2.3 Sumber Energi Surya
Jumlah tenaga matahari
yang sampai ke permukaan bumi yang dikenali sebagai konstan surya menyamai
1.370 watt
per meter persegi setiap saat. Matahari sebagai pusat tata surya merupakan
bintang generasi kedua. Material dari matahari terbentuk dari ledakan bintang generasi pertama seperti yang diyakini
oleh ilmuwan, bahwasannya alam semesta ini terbentuk oleh ledakan big bang
sekitar 14.000 juta tahun lalu.
Energi matahari yang
sampa ke bumi merupakan sebuah pancaran gelombang pendek dalam bentuk radiasi.
Radiasi adalah energi pancaran yang berupa gelombang elektromagnetik.
Pancaran energi surya atau bisa disebut
dengan radiasi surya yang diterima di setiap permukaan bumi berbeda-beda menurut
ruang dan waktunya. Artinya pancaran energi matahari akan sangat bergantung
pada waktu, tempat dan keadaan lingkungan dalam hal ini adalah kondisi iklim
dan topografi masing-masing wilayah. Radiasi diukur dalam satuan
, setiap satuan waktu radiasi yang
memancar dapat disebut dengan intensitas radiasi atau dengan kata lain intensitas
radiasi matahari ialah jumlah energi matahari yang jatuh pada suatu bidang
persatuan luas dalam satu satuan waktu. Dalam atmosfer bumi terdapat
bermacam-macam radiasi seperti berikut:
1.
Direct Solar Radiation (S) yaitu radiasi
langsung dari matahari yang sampai ke permukaan bumi.
2.
Radiation Difus (D) yaitu yang berasal
dari pantulan-pantulan oleh awan dan pembauran-pembauran oleh partikel-partikel
atmosfer.
3.
Surface Raflectivity (r) yaitu radiasi yang
berasal dari pantulan-pantulan oleh permukaan bumi.
4.
Out Going Terrestial radiation (O) yaitu
radiasi yang berasal dari bumi yang berupa gelombang panjang.
5.
Back Radiation (B) yaitu radiasi yang berasal
dari awan-awan dan butir-butir uap air dan CO2
yang
terdapat dalam atmosfer.
6.
Global (total) Radiation (Q)
7.
Net Radiation (R)
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Energi Surya Sebagai Alternatif Masa Depan
Jika kita melihat tingkat
konsumsi energi di seluruh dunia saat ini, penggunaan energi diprediksikan akan
meningka tsebesar 70 persen antara tahun 2000 sampai 2030. Sumber energi yang berasal
dari fosil, yang saat ini menyumbang 87,7 persen dari total kebutuhan energi
dunia diperkirakan akan mengalami penurunan disebabkan tidak lagi ditemukannya
sumber cadangan baru.
Cadangan sumber energi yang
berasal dari fosil di seluruh dunia diperkirakan hanya sampai 40 tahun untuk
minyak bumi, 60 tahun untuk gas alam, dan 200 tahun untuk batu bara.Kondisi
keterbatasan sumber energi ditengah semakin meningkatnya kebutuhan energi dunia
dari tahun ke tahun (pertumbuhan konsumsi energi tahun 2004 saja sebesar 4,3
persen), serta tuntutan untuk melindungi bumi dari pemanasan global dan polusi
lingkungan membuat tuntutan untuk segera mewujudkan teknologi baru bagi sumber energi
yang terbaharukan.
Di antara sumber energi
terbaharukan yang saat ini banyak dikembangkan seperti turbin angin, tenaga air
(hydro power), energi gelombang air laut, tenaga surya, tenaga panas bumi,
tenaga hidrogen, dan bio-energi. Tenaga surya atau solar sel merupakan salah satu
sumber yang cukup menjanjikan.
Energi yang dikeluarkan
oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69
persen dari total energi pancaran matahari. Suplai energi surya dari sinar
matahari yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa besar yaitu
mencapai 3x1024 joule per tahun, energi
ini setara dengan 2x1017 watt.
Jumlah
energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat
ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0,1 persen saja permukaan bumi dengan
divais solar sel yang memiliki efisiensi 10 persen sudah mampu untuk menutupi
kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini.
3.2 Pemanfaatan
Energi Surya
Terkait dengan energi
surya, sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang
cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi
di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat di bagi sebagai berikut: Untuk
kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat
Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan
sekitar 10 persen dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari
dengan variasi bulanan sekitar 9 persen. Dengan demikian, potensi energi surya
rata-rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan
sekitar 9 persen.
Berdasarkan data dari
Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi potensi sumber energi listrik yang
terdapat di Indonesiadapat dilihat pada tabel 3.1.
Sumber:
Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Tahun 2001
Berdasarkan data pada Tabel Sumber Energi Baru dan Terbarukan
di Indonesia diatas, diketahui mengenai kenyataan tentang pengembangan energi
baru dan terbarukan di Indonesia adalah dari segi pemanfaatan yang masih
relatif kecil. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, seperti kurangnya minat
investor serta tingginya biaya investasi, rumitnya birokrasi dan minimnya
insentif, disparitas biaya operasi dan harga jual yang tinggi dibandingkan
dengan energi fosil, rendahnya pengetahuan dalam mengadaptasi fasilitas energi
serta tingkat pemakaian per kapita konsumen yang masih rendah. Namun energi surya tetap
merupakan energi yang paling menjanjikan untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan
sel surya sanggup menyediakan energi listrik bersih tanpa polusi, mudah
dipindahkan, dekat dengan pusat beban sehingga penyaluran energi sangat
sederhana serta sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai karakteristik cahaya
matahari yang baik (intensitas cahaya tidak fluktuatif) dibandingkan tenaga angin
seperti di negara-negara 4 musim. Yang lebih utama sel surya relatif efisien,
tidak ada pemeliharaan yang spesifik dan bisa mencapai umur yang panjang serta
mempunyai keandalan yang tinggi.
Untuk memanfaatkan
potensi energi surya tersebut, ada 2 (dua) macam teknologi yang sudah
diterapkan, yaitu:
a.
Teknologi Energi Surya Fotovoltaik
Energi Surya Fotovoltaik adalah divais yang mampu mengkonversi langsung cahaya matahari
menjadi listrik. Sel surya bisa disebut sebagai pemeran utama untuk
memaksimalkan potensi sangat besar energi cahaya matahari yang sampai kebumi.
Walaupun selain dipergunakan untuk menghasilkan listrik, energi dari matahari
juga bisa dimaksimalkan energi panasnya melalui sistem solar thermal.
Salah satu cara penyediaan energi
listrik alternatif yang siap untuk diterapkan secara masal pada saat ini adalah
menggunakan suatu sistem teknologi yang diperkenalkan sebagai Sistem Energi Surya Fotovoltaik (SESF) atau
secara umum dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik (PLTS
Fotovoltaik). Sebutan SESF merupakan istilah yang telah dibakukan oleh pemerintah yang digunakan untuk mengidentifikasikan suatu
sistem pembangkit energi yang memanfaatkan energi matahari dan
menggunakan teknologi fotovoltaik. Dibandingkan energi listrik konvensional
pada umumnya, SESF terkesan rumit, mahal dan sulit dioperasikan. Namun dari
pengalaman lebih dari 15 tahun operasional di beberapa kawasan di Indonesia,
SESF merupakan suatu sistem yang mudah didalam pengoperasiannya, handal, serta
memerlukan biaya pemeliharaan dan operasi yang rendah menjadikan SESF mampu
bersaing dengan teknologi konvensional pada sebagian besar kondisi wilayah
Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau oleh
jaringan PLN dan tergolong sebagai kawasan terpencil.
Selain itu SESF merupakan suatu
teknologi yang bersih dan tidak mencemari lingkungan. Beberapa kondisi yang
sesuai untuk penggunaan SESF antara lain pada pemukiman desa terpencil, lokasi
transmigrasi, perkebunan, nelayan dan lain sebagainya, baik untuk penerangan
rumah maupun untuk fasilitas umum. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan
jaman, pada saat ini di negara-negara maju penerapan SESF telah banyak digunakan
untuk suplai energi listrik di gedung-gedung dan perumahan di kota-kota besar.
Sebuah sel surya mengubah energi
cahaya menjadi energi listrik. Konversi ini didasarkan pada fenomena efek
fotovoltaik. Sinar matahari terdiri dari foton dengan tingkat energi yang
berbeda tergantung spektrum dari mana mereka berasal. Ketika sinar matahari
menyerang permukaan bawah fotovoltaik
itu menyemburkan elektron yang menghasilkan generasi listrik. Fenomena
ini dikenal sebagai efek fotovoltaik.
Efek fotolistrik pertama kali
dicatat oleh seorang fisikawan Perancis, Antoine-CesarEdmund Bequerel, pada
tahun 1839, yang menemukan bahwa bahan-bahan tertentu akan menghasilkan
sejumlah kecil arus listrik ketika terkena cahaya.
Pada tahun 1905, Albert Einstein menggambarkan sifat cahaya dan efek
fotolistrik yang berteknologi fotovoltaik berbasis, yang ia kemudian
memenangkan hadiah Nobel dalam fisika. Modul fotovoltaik pertama dibangun oleh
Bell Laboratories pada tahun 1954. Pada tahun 1954 disebut sebagai baterai
matahari dan sebagian besar hanya rasa ingin tahu seperti itu terlalu mahal
untuk mendapatkan digunakan secara luas. Pada tahun 1960, industri ruang mulai
membuat penggunaan serius pertama dari teknologi untuk menyediakan tenaga kapal
pesawat ruang angkasa. Melalui program ruang, teknologi maju, kehandalan
didirikan, dan biaya mulai menurun. Selama krisis energi di tahun 1970-an,
teknologi fotovoltaik mendapat pengakuan sebagai sumber daya untuk aplikasi
non-ruang.
Energi surya fotovoltaik digunakan untuk memenuhi
kebutuhan listrik, pompa air, televisi, telekomunikasi, dan lemari pendingin di
Puskesmas dengan kapasitas total hingga mencapai ± 6 MW.
Pada umumnya modul fotovoltaik
dipasarkan dengan kapasitas 50 Watt-peak (Wp) dan kelipatannya. Unit satuan
Watt-peak adalah satuan daya (Watt) yang dapat dibangkitkan oleh modul
fotovoltaik dalam keadaan standar uji (Standard Test Condition-STC). Efisiensi
pembangkitan energi listrik yang dihasilkan modul fotovoltaik pada skala
komersial saat ini adalah sekitar 14% - 15%.
Komponen utama suatu SESF adalah:
·
Sel fotovoltaik yang
mengubah penyinaran atau radiasi matahari menjadi listrik secara langsung
(direct conversion). Teknologi sel fotovoltaik yang banyak dikembangkan dewasa
ini pada umumnya merupakan jenis teknologi kristal yang dibuat dengan bahan
baku berbasis silikon. Produk akhir dari modul fotovoltaik menyerupai bentuk
lembaran kaca dengan ketebalan sekitar 6 - 8 milimeter.
·
Balance of system (BOS)
yang meliputi controller, inverter, kerangka modul, peralatan listrik, seperti
kabel, stop kontak, dan lain-lain, teknologinya sudah dapat dikuasai.
·
Unit penyimpan energi
(baterai) sudah dapat dibuat di dalam negeri.
·
Peralatan penunjang
lain seperti: inverter untuk pompa, sistem terpusat, sistem hibrid, dan
lain-lain masih diimpor.
Kandungan lokal modul fotovoltaik
termasuk pengerjaan enkapsulasi dan framing sekitar 25 persen, sedangkan sel
fotovoltaik masih harus diimpor. Balance of System (BOS) masih bervariasi
tergantung sistem desainnya. Kandungan lokal dari BOS diperkirakan telah
mencapai diatas 75 persen.
Sasaran pengembangan energi surya
fotovoltaik di Indonesia adalah sebagai berikut:
·
Semakin berperannya
pemanfaatan energi surya fotovoltaik dalam penyediaan energi di daerah
perdesaan, sehingga pada tahun 2020 kapasitas terpasangnya menjadi 25 MW.
·
Semakin berperannya
pemanfaatan energi surya di daerah perkotaan.
·
Semakin murahnya harga
energi dari solar fotovoltaik, sehingga tercapai tahap komersial.
·
Terlaksananya produksi
peralatan SESF dan peralatan pendukungnya di dalam negeri yang mempunyai
kualitas tinggi dan berdaya saing tinggi.
Strategi pengembangan energi surya fotovoltaik di Indonesia
adalah sebagai berikut:
·
Mendorong pemanfaatan
SESF secara terpadu, yaitu untuk keperluan penerangan (konsumtif) dan kegiatan
produktif. Mengembangan SESF melalui dua pola, yaitu pola tersebar dan terpusat
yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Pola tersebar diterapkan apabila
letak rumah-rumah penduduk menyebar dengan jarak yang cukup jauh, sedangkan
pola terpusat diterapkan apabila letak rumah-rumah penduduk terpusat.
·
Mengembangkan
pemanfaatan SESF di perdesaan dan perkotaan.
·
Mendorong
komersialisasi SESF dengan memaksimalkan keterlibatan swasta.
·
Mengembangkan industri
SESF dalam negeri yang berorientasi ekspor.
·
Mendorong terciptanya
sistem dan pola pendanaan yang efisien dengan melibatkan dunia perbankan.
Program pengembangan energi surya fotovoltaik adalah sebagai
berikut:
·
Mengembangkan SESF
untuk program listrik perdesaan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah
yang jauh dari jangkauan listrik PLN.
·
Meningkatkan penggunaan
teknologi hibrida, khususnya untuk memenuhi kekurangan pasokan tenaga listrik
dari isolated PLTD.
·
Mengganti seluruh atau
sebagian pasokan listrik bagi pelanggan Sosial Kecil dan Rumah Tangga Kecil PLN
dengan SESF.
Pola yang diusulkan adalah:
·
Memenuhi semua
kebutuhan listrik untuk pelanggan S1 dengan batas daya 220 VA.
·
Memenuhi semua
kebutuhan untuk pelanggan S2 dengan batas daya 450 VA.
·
Memenuhi 50% kebutuhan
listrik untuk pelanggan S2 dengan batas daya 900 VA.
·
Memenuhi 50% kebutuhan
untuk pelanggan R1 dengan batas daya 450 VA.
·
Mendorong penggunaan
SESF pada bangunan gedung, khususnya Gedung Pemerintah.
·
Mengkaji kemungkinan
pendirian pabrik modul surya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan
kemungkinan ekspor.
·
Mendorong partisipasi
swasta dalam pemanfaatan energi surya fotovoltaik.
·
Melaksanakan kerjasama
dengan luar negeri untuk pembangunan SESF skala besar.
Kondisi
geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang kecil dan banyak yang
terpencil menyebabkan sulit untuk dijangkau oleh jaringan listrik yang bersifat
terpusat. Untuk memenuhi kebutuhan energi di daerah-daerah semacam ini, salah
satu jenis energi yang potensial untuk dikembangkan adalah energi surya. Dengan
demikian, energi surya dapat dimanfaatkan untuk penyedian listrik dalam rangka
mempercepat rasio elektrifikasi desa.
Selain
dapat digunakan untuk program listrik perdesaan, peluang pemanfaatan energi
surya lainnnya adalah:
·
Lampu penerangan jalan
dan lingkungan.
·
Penyediaan listrik
untuk rumah peribadatan. SESF sangat ideal untuk dipasang di tempat-tempat ini
karena kebutuhannya relatif kecil. Dengan SESF 100/120Wp sudah cukup untuk
keperluan penerangan dan pengeras suara.
·
Penyediaan listrik
untuk sarana umum. Dengan daya kapasitas 400 Wp sudah cukup untuk memenuhi
listrik sarana umum.
·
Penyediaan listrik
untuk sarana pelayanan kesehatan, seperti: rumah sakit, Puskesmas, Posyandu,
dan Rumah Bersalin.
·
Penyediaan listrik
untuk Kantor Pelayanan Umum Pemerintah. Tujuan pemanfaatan SESF pada kantor
pelayanan umum adalah untuk membantu usaha konservasi energi dan mambantu PLN
mengurangi beban puncak disiang hari.
·
Untuk pompa air (solar
power supply for waterpump) yang digunakan untuk pengairan irigasi atau sumber
air bersih (air minum).
Kendala yang dihadapi dalam pengembangan energi surya
fotovoltaik adalah:
·
Harga modul surya yang
merupakan komponen utama SESF masih mahal mengakibatkan harga SESF menjadi
mahal, sehingga kurangnya minat lembaga keuangan untuk memberikan kredit bagi
pengembangan SEEF.
·
Sulit untuk mendapatkan
suku cadang dan air accu , khususnya di daerah perdesaan, menyebabkan SESF
cepat rusak.
·
Pemasangan SESF di
daerah perdesaan pada umumnya tidak memenuhi standar teknis yang telah
ditentukan, sehingga kinerja sistem tidak optimal dan cepat rusak.
·
Pada umumnya, penerapan
SESF dilaksanakan di daerah perdesaan yang sebagian besar daya belinya masih
rendah, sehingga pengembangan SESF sangat tergantung pada program Pemerintah.
·
Belum ada industri
pembuatan sel surya di Indonesia, sehingga ketergantungan pada impor sangat
tinggi. Akibatnya, dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar
menyebabkan harga modul surya menjadi semakin mahal.
b.
Teknologi Energi Surya Termal
Pembangkit listrik tenaga termal
surya merupakan teknologi yang relatif masih baru, tercatat baru pada tahun
1984 teknologi ini beroperasi di Gurun Mojave, California, Amerika Serikat,
tetapi telah menunjukan keuntungan yang menjanjikan karena sudah bisa
beroperasi pada skala komersial. Dengan dampak lingkungan yang kecil dan
potensi yang cukup masif, pembangkit jenis ini menawarkan opportunity bagi negara-negara yang
mendapatkan curahan sinar matahari yang melimpah. Di beberapa daerah di dunia,
lahan seluas 1 km2 cukup untuk membangkitkan
listrik sebesar 100-120 GWh per tahun dengan menggunakan teknologi ini. Angka
ini setara dengan produksi listrik tahunan sebesar 50 MW dari pembakaran
batubara konvensional atau kombinasi dengan gas alam.
Untuk menghasilkan listrik dari
pembangkit listrik tenaga termal surya diperlukan 3 bagian utama, yaitu: solar field, power block, dan thermal storage(optional). Komponen penyusun bagian solar field adalah kolektor surya, dan elemen penerima
panas, sedangkan pada bagian power block tersusun dari
komponen-komponen pengkonversi energi seperti turbin uap dan kondenser. Dan
bagian thermal storage digunakan untuk menyimpan kelebihan panas pada
saat puncak matahari untuk digunakan pada saat sore dan malam hari atau saat
radiasi matahari minimum sehingga sistem pembangkit dapat beroperasi secara
kontinu. Namun demikian, pada penelitian ini tidak digunakan thermal storage, karena
pada thermal storage biasanya menggunakan material berupa garam lebur
yang hanya dapat beroperasi pada suhu tinggi (sekitar
C) sedangkan
pada penelitian ini rentang suhunya maksimum sebesar
C.
Energi surya termal
pada umumnya digunakan untuk memasak (kompor surya), mengeringkan hasil
pertanian (perkebunan, perikanan, kehutanan, tanaman pangan) dan memanaskan
air.
Selama ini, pemanfaatan energi
surya termal di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Para petani dan
nelayan di Indonesia memanfaatkan energi surya untuk mengeringkan hasil
pertanian dan perikanan secara langsung.
Berbagai teknologi pemanfaatan
energi surya termal untuk aplikasi skala rendah (temperatur kerja lebih kecil
atau hingga
C) dan skala menengah (temperatur kerja antara
C hingga
C) telah dikuasai dari rancang-bangun,
konstruksi hingga manufakturnya secara nasional. Secara umum, teknologi surya
termal yang kini dapat dimanfaatkan termasuk dalam teknologi sederhana hingga
madya. Beberapa teknologi untuk aplikasi skala rendah dapat dibuat oleh bengkel
pertukangan kayu/besi biasa. Untuk aplikasi skala menengah dapat dilakukan oleh
industri manufaktur nasional.
Beberapa peralatan yang telah
dikuasai perancangan dan produksinya seperti sistem atau unit berikut:
·
Pengering pasca panen
(berbagai jenis teknologi).
·
Pemanas air domestic.
·
Pemasak/oven.
·
Pompa air (dengan
Siklus Rankine dan fluida kerja Isopentane).
·
Penyuling air (Solar
Distilation/Still).
·
Pendingin (radiatif,
absorpsi, evaporasi, termoelektrik, kompressip, tipe jet).
·
Sterilisator surya.
·
Pembangkit listrik
dengan menggunakan konsentrator dan fluida kerja dengan titik didih rendah.
Untuk
skala kecil dan teknologi yang sederhana, kandungan lokal mencapai 100 %,
sedangkan untuk sistem dengan skala industri (menengah) dan menggunakan
teknologi tinggi (seperti pemakaian Kolektor Tabung Hampa atau Heat Pipe ),
kandungan lokal minimal mencapai 50%.
Sasaran
pengembangan energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut:
·
Meningkatnya kapasitas
terpasang sistem energi surya termal, khususnya untuk pengering hasil
pertanian, kegiatan produktif lainnya, dan sterilisasi di Puskesmas.
·
Tercapainya tingkat
komersialisasi berbagai teknologi energi surya thermal dengan kandungan lokal
yang tinggi.
Strategi pengembangan energi surya
termal di Indonesia adalah sebagai berikut:
·
Mengarahkan pemanfaatan
energi surya termal untuk kegiatan produktif, khususnya untuk kegiatan agro
industri.
·
Mendorong keterlibatan
swasta dalam pengembangan teknologi surya termal.
·
Mendor ong terciptanya
sistem dan pola pendanaan yang efektif.
·
Mendorong keterlibatan
dunia usaha untuk mengembangkan surya termal.
Program
pengembangan energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut:
·
Melakukan
inventarisasi, identifikasi dan pemetaan potensi serta aplikasi teknologi
fototermik secara berkelanjutan.
·
Melakukan diseminasi
dan alih teknologi dari pihak pengembang kepada pemakai (agro-industri, gedung
komersial, dan lain-lain) dan produsen nasional (manufaktur, bengkel mekanik,
dan lain-lain) melalui forum komunikasi, pendidikan dan pelatihan dan
proyek-proyek percontohan.
·
Melaksanakan
standarisasi nasional komponen dan sistem teknologi fototermik.
·
Mengkaji skema
pembiayaan dalam rangka pengembangan manufaktur nasional.
·
Meningkatkan kegiatan
penelitian dan pengembangan untuk berbagai teknologi fototermik.
·
Meningkatkan produksi
lokal secara massal dan penjajagan untuk kemungkinan ekspor.
·
Pengembangan teknologi
fototermik suhu tinggi seperti: pembangkitan listrik, mesin stirling, dan
lain-lain.
Prospek
teknologi energi surya termal cukup besar, terutama untuk mendukung peningkatan
kualitas pasca-panen komoditi pertanian, untuk bangunan komersial atau
perumahan di perkotaan. Prospek pemanfaatannya dalam sektor-sektor masyarakat,
yaitu:
·
Industri, khususnya
agro-industri dan industri pedesaan, yaitu untuk penanganan pasca-panen
hasil-hasil pertanian, seperti: pengeringan (komoditi pangan, perkebunan,
perikanan/peternakan, kayu olahan) dan juga pendinginan (ikan, buah dan
sayuran).
·
Bangunan komersial atau
perkantoran, yaitu: untuk pengkondisian ruangan (Solar Passive Building, AC)
dan pemanas air.
·
Rumah tangga, seperti:
untuk pemanas air dan oven/ cooker.
·
Puskesmas terpencil di
pedesaan, yaitu: untuk sterilisator, refrigerator vaksin dan pemanas air.
Kendala
utama yang dihadapi dalam pengembangan surya termal adalah:
·
Teknologi energi surya
termal untuk memasak dan mengeringkan hasil pertanian masih sangat terbatas.
Akan tetapi, sebagai pemanas air, energi surya termal sudah mencapai tahap
komersial. Teknologi surya termal masih belum berkembang karena sosialisasi ke
masyarakat luas masih sangat rendah.
·
Daya beli masyarakat
rendah, walaupun harganya relatif murah.
·
Sumber daya manusia
(SDM) di bidang surya termal masih sangat terbatas. Saat ini, SDM hanya
tersedia di Pulau Jawa dan terbatas lingkungan perguruan.
Pemanfaatan energi
surya khususnya dalam bentuk SHS (solar home systems) sudah mencapai tahap semi
komersial. Komponen utama suatu SESF adalah sel fotovoltaik (mengubah
penyinaran matahari menjadi listrik), Balance Of System (BOS), unit penyimpan
energi (baterai) dan peralatan penunjang lain seperti: inverter untuk pompa,
sistem terpusat, dan sistem hibrid.
Pemanfaatan
energi surya termal di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Para
petani dan nelayan di Indonesia memanfaatkan energi surya untuk mengeringkan
hasil pertanian dan perikanan secara langsung. Secara umum, teknologi surya
termal yang kini dapat dimanfaatkan termasuk dalam teknologi sederhana hingga
canggih. Beberapa teknologi untuk aplikasi skala rendah dapat dibuat oleh
bengkel pertukangan kayu atau besi biasa. Untuk aplikasi skala menengah dapat
dilakukan oleh industri manufaktur nasional. Untuk skala kecil dan teknologi
yang sederhana, kandungan lokal mencapai 100%, sedangkan untuk sistem dengan
skala industri (menengah) dan menggunakan teknologi tinggi (seperti pemakaian
Kolektor Tabung Hampa atau Heat Pipe), kandungan lokal minimal mencapai 50%.
3.3 Metode
Untuk Memanfaatkan Energi Surya
Energi surya dapat dimanfaatkan dalam 2 cara, yaitu:
a.
Energi dari
cahaya matahari
Metode ini didasarkan pada fenomena efek fotolistrik
dan menggunakan sel fotovoltaik. Ketika cahaya matahari tidak terkena permukaan
panel surya, proses photoemission terjadi di dalam sel fotovoltaik dan energi
surya secara langsung dikonversikan menjadi energi listrik. Secara teoritis
tidak ada dispasi panas yang terlibat dalam metode ini.
b.
Energi
dikembangkan dari panas matahari
Metode lain untuk menghasilkan energi menggunakan
energi surya dengan menangkap panas. Dalam metode ini sejumlah cermin cekung
yang digunakan untuk mengintensifkan panas yang dihasilkan dari matahari. Panas
ini digunakan untuk mengubah air menjadi uap. Seperti metode lain tekanan uap
menggerakan turbin untuk menghasilkan energi listrik.
3.4 Pembangkit
Listrik Tenaga Matahari
Kaca-kaca besar
mengkonsetrasikan cahaya matahari ke satu garis atau titik. Panas yang dihasil
akan digunakan untuk menghasilkan uap panas. Panasnya tekanan uap panas yang
tinggi digunakan untuk menjalankan turbin yang menghasilkan listrik. Di wilayah
yang disinari matahari, Pembangkit Listrik Tenaga Matahari dapat menjamin
pembagian besar produksi listrik.
Berdasarkan proyeksi
dari tingkat arus hanya 354 MW, pada tahun 2015 kapasitas total pemasangan
pembangkit tenaga panas matahari akan melampaui 5.000 MW. Pada tahun 2020,
tambahan kapasitas akan naik pada tingkat sampai 4.500 MW setiap tahunnya dan
total pemasangan kapasitas tenaga panas matahari di seluruh dunia dapat
mencapai hampir 30.000 MW. Cukup untuk memberikan daya untuk 30 juta rumah.
3.5 Pembangkit Listrik Tenaga Matahari atau Surya
di Indonesia
Melihat
kesuksesan Arab Saudi dalam mengaplikasikan pembangkit listrik Fotovoltaik
sebagai pensuplai energi listrik untuk penerangan terowongan, Indonesia dapat
pula meniru kesuksesan tersebut bila adanya keseriusan dari pemerintah
Indonesia di bidang ini. Penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 220 juta,
sebagian besar tinggal di pedesaan dan masih banyak yang belum mendapatkan
akses terhadap energi listrik. Sehingga perlu suatu kebijakan yang dapat
mendorong penyediaan energi khususnya listrik bagi masyarakat pedesaan.
Pemerintah Indonesia
telah berupaya untuk menyediakan energi bagi masyarakat pedesaan terutama
listrik. Pemerintah telah mencanangkan program listrik masuk desa bahkan
program listrik bertenaga sumber daya lokal seperti tenaga surya. Namun semua
itu belum cukup, karena masih banyak daerah pedesaan terutama di daerah
terpencil yang belum terjangkau karena sulitnya medan dan besarnya biaya dan
investasi yang diperlukan.
Penerapan PLTS oleh
BPPT dimulai dengan pemasangan 80 unit PLTS (Solar Home System, Sistem
Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk Lampu Penerangan Rumah) di Desa Sukatani,
Jawa Barat pada tahun 1987. Setelah itu pada tahun 1991 dilanjutkan dengan
proyek Bantuan Presiden (Banpres Listrik Tenaga Surya masuk Desa) untuk
pemasangan 3.445 unit SHS (Solar Home System) di 15 propinsi yang dinilai layak
dari segi kebutuhan karena tidak terjangkau oleh PLN, kemampuan masyarakat
setempat bisa melakukan pembayaran dengan cara mencicil dan persyaratan teknis
lainnya.
Program banpres listrik tenaga surya masuk desa yang
telah memperoleh sambutan sangat menggembirakan dari masyarakat pedesaan dan
telah terbukti dapat berjalan dengan baik akan dijadikan model guna
implementasi program listrik tenaga surya untuk sejuta rumah.
Program ini juga
merupakan salah upaya untuk mencapai target emerintah dalam melistriki seluruh
pedesaan dan daerah terpencil di Indonesia dengan rasio elektrifikasi nasional
di atas 75 persen. Besarnya biaya investasi untuk per unit PLTS ini mendorong
BPPT mencari sumber dana pembiayaan serta membuat pola pengelolaan dan
pendanaan. Pola ini terus berubah sejalan dengan kebijakan pemerintah yang
berlaku.
Semenjak tahun 2005,
pemerintah optimis terhadap program-program energi yang dirancangnya melalui
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional. Banyak jenis Energi Baru dan Terbarukan
(EBT) mulai dinyatakan untuk dikelola secara resmi dan serius di tataran nasional. Salah satunya
energi surya, dimana merupakan salah satu perhatian pemerintah dalam
meningkatkan aplikasi energi alternatif di Indonesia. Energi surya difokuskan
untuk memenuhi kebutuhan energi pada sektor pembangkitan tenaga listrik serta
menangani kebutuhan energi rumah tangga dan bangunan komersial. Pemerintahpun
telah membuat roadmap energi surya untuk mendeskripsikan target-target spesifik
dalam mewujudkan keinginan negara ini.
Kondisi bumi kita semakin lama semakin mengkhawatirkan
karena tercemarnya lingkungan dari efek rumah kaca (greenhouse effect)
yang menyebabkan global warming, hujan asam, rusaknya lapisan ozon hingga
hilangnya hutan tropis. Semua jenis
polusi itu rata-rata akibat dari penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak
bumi, uranium, plutonium, batu bara dan lainnya yang tiada hentinya. Padahal
kita tahu bahwa bahan bakar dari fosil tidak dapat diperbaharui dan tidak akan
berlangsung lama, tidak seperti bahan bakar non-fosil.
Dengan kondisi yang sudah sedemikian memprihatinkan,
gerakan hemat energi sudah merupakan keharusan di seluruh dunia. Salah satunya dengan
menghemat bahan bakar dan menggunakan bahan bakar dari non-fosil yang dapat
diperbaharui seperti tenaga angin, tenaga air, energi panas bumi, tenaga
matahari, dan lainnya. Dunia pun sudah mulai merubah tren produksi dan
penggunaan bahan bakarnya, dari bahan bakar fosil beralih ke bahan bakar
non-fosil, terutama tenaga surya yang tidak terbatas.
Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan
lebih diminati karena dapat digunakan untuk keperluan apa saja dan di mana
saja: bangunan besar, pabrik, perumahan, dan lainnya. Selain persediaannya
tanpa batas, tenaga surya nyaris tanpa dampak buruk terhadap lingkungan
dibandingkan bahan bakar lainnya. Di negara-negara industri maju seperti
Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa dengan bantuan subsidi
dari pemerintah telah diluncurkan program-program untuk memasyarakatkan listrik
tenaga surya ini. Tidak itu
saja di negara-negara sedang berkembang seperti India dan Mongolia terus
mempromosikan pemakaian sumber energi yang dapat diperbaharui ini terus
dilakukan.
3.6 Proses Kerja Energi Surya
Sel surya yang sering
kita lihat adalah sekumpulan modul sel fotovoltaik (photo=cahaya,
voltaic=listrik) yang disusun sedemikian rupa dan dikemas dalam sebuah frame.
Sel fotovoltaik ini yang nantinya akan merubah secara langsung energi matahari
menjadi listrik.
Sel fotovoltaik ini
terbuat dari bahan khusus semikonduktor yang sekarang banyak digunakan dan
disebut dengan silikon. Ketika cahaya mengenai sel silikon, cahaya tersebut
akan diserap oleh sel ini, hal ini berarti bahwa energi cahaya yang diserap
telah ditransfer ke bahan semikonduktor yang berupa silikon.
Energi yang tersimpan
dalam semikonduktor ini akan mengakibatkan elektron lepas dan mengalir dalam
semikonduktor. Semua sel fotovoltaik ini juga memiliki medan elektrik yang
memaksa elektron yang lepas karena penyerapan cahaya tersebut untuk mengalir
dalam suatu arah tertentu. Elektron yang mengalir ini adalah arus listrik,
dengan meletakkan terminal kontak pada bagian atas dan bawah dari sel
fotovoltaik ini akan dapat dilihat dan diukur arus yang mengalir sehingga dapat
digunakan untuk menyuplai perangkat eksternal. Hal di atas adalah dasar
perubahan energi surya menjadi listrik oleh bahan semikonduktor silikon.
3.7 Potensi Energi Surya
Indonesia memiliki
potensi yang cukup besar dalam energi surya mengingat posisi Indonesia yang
terletak di garis katulistiwa. Hasil pantauan didapat bahwa nilai radiasi
harian terendah terdapat di Darmaga, Bogor Jawa Barat dengan intensitas 2,558
Wh/m2 dan yang paling tertinggi terdapat di Waingapu, Nusa Tenggara
Timur dengan intensitas 5,747 Wh/m2. Potensi ini baru dimanfaatkan
sangat sedikit yang dimulai pada tahun 1979 oleh BPPT sebagai pengguna.
Pengguna terbanyak adalah DEPKES (Departemen Kesehatan) sesuai dengan kebutuhan
puskesmas pada daerah terpencil dan kemudian departemen transmigrasi.
Sumber:
Rencana Induk Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan, Tahun 1997
Direktorat Jenderal Listrik dan
Pengembangan Energi, DESDM
Sebagai negara yang
kaya akan energi surya, sudah selayaknyalah untuk mengembangkan dan memanfaatkan
energi yang melimpah tersebut. Namun demikian, pemanfaatan energi surya di
Indonesia baru sekitar 882,5 kw, jauh dibawah 1% dari energi yang tersedia.
Jika dibandingkan dengan ketersediaan energi surya maka pencapaian pemakaian
ini masih sangat kecil.
Nilai rata-rata energi
radiasi harian adalah 4,815 kWh/m2. Untuk seluruh Indonesia dengan
luas daratan kurang lebih 2 juta km2, potensi energi radiasi harian
adalah 2x1012 m2 x 4,815 kWh/m2 = 9,63x1012
kWh.
Dari tabel 2 masih
kelihatan bahwa antara kelebihan dan kelemahan masih berimbang sehingga jika
PLTS ini diaplikasikan belum memberikan keuntungan yang signifikan. Namun
melihat permintaan tenaga listrik yang tumbuh rata-rata 8,2% pertahun
(meningkat dari 51,2 TWh pada tahun 1990 menjadi 555 TWh pada tahun 2021)
dengan jumlah pembangkit yang sangat terbatas (Jawa dan Bali) maka pengembangan
PLTS adalah sangat strategis.
3.8 Keuntungan
dan Kekurangan Energi Panas Matahari
Keuntungan
dari energi panas matahari antara lain:
·
Modul solar langsung mengkonversi
sinar matahari menjadi Energi listrik searah tanpa bahan bakar.
·
Proses konversi tidak menimbulkan
kebisingan, gas buang, serta limbah.
·
Pemeliharaan
sederhana dibanding sistem konvensional. Karena dalam proses tidak
ada bagian yang bergerak.
·
Untuk beban yang
kecil mempunyai kecenderungan makin ekonomis.
·
Dapat diaplikasikan langsung pada alat-alat praktis.
·
Instalasi sistem
lebih aman karena tegangan rendah dan searah.
Kerugian dari
energi panas matahari antara lain:
·
Biaya investasi
awal tinggi.
·
Memerlukan
baterai sebgai media penyimpan listrik.
·
Pemeliharaan
baterai harus rutin karena keandalan sistem ditentukan oleh kondisi baterai.
·
Alat-alat yang
dioperasikan pada tegangan rendah terbatas.
·
Teknisi yang
terlatih untuk perencanaan dan perancangan sistem konversi energi surya masih
sangat sedikit.
·
Sistem hanya
bisa digunakan pada saat matahari bersinar dan tidak bisa digunakan ketika
malam hari atau pada saat cuaca berawan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah
ini antara lain:
Energi surya atau
energi matahari dalah energi yang berupa sinar dan panas dari matahari. Energi ini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan
serangkaian teknologi seperti pemanas
surya, fotovoltaik
surya, listrik panas surya, arsitektur
surya, dan fotosintesis buatan. Sumber energi berjumlah besar dan bersifat
kontinyu terbesar yang tersedia bagi manusia adalah energi surya,
khususnya energi elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari. Sementara
energi surya belum dipakai untuk sumber primer energi bahan bakar
pada saat ini.
Untuk memanfaatkan
potensi energi surya tersebut, ada 2 (dua) macam teknologi yang sudah
diterapkan, yaitu: Teknologi Energi Surya Fotovoltaik dan Teknologi Energi
Surya Termal. Sedangkan, energi surya
dapat dimanfaatkan dalam 2 cara, yaitu: Energi dari cahaya matahari dan Energi dikembangkan
dari panas matahari.
4.2 Saran
Adapun saran yang ingin
disampaikan dari makalah ini antara lain:
· Bagi
Pemerintah
Instansi pemerintah dan
lembaga pendidikan perlu mendorong dan menggalakkan penelitian-penelitian serta
aplikasi sel surya.
· Bagi
Mahasiswa
Energi
surya sangat berpotensi di Indonesia karena wilayah Indonesia yang memiliki
iklim tropis dan matahari dapat muncul sepanjang tahun, oleh sebab itu kita
harus lebih mengembangkan lagi baik dari segi pemanfaatan ataupun pengaplikasiannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/29772179/Makalah_Energi_Surya
https://id.wikipedia.org/wiki/Energi_surya
https://id.scribd.com/doc/142713308/PEMAMFAATAN-ENERGI-MATAHARI-pdf
http://backupkuliah.blogspot.co.id/2013/08/energi-matahari-surya.html
http://listrikduniaterang.blogspot.co.id/2016/05/panel-surya-fotovoltaik.html
http://jatas.co.id/2015/09/cara-kerja-photovoltaic/?lang=id
http://berbagienergi.com/2016/01/14/teknologi-sistem-pembangkit-listrik-tenaga-termal-surya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar